Laporan
Pendidikan
Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti
Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti - Hallo sahabat Situs Pendidikan Masa Kini - Patih Akbar, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel
Laporan,
Pendidikan, yang kami tulis ini dapat anda pahami. dengan mudah, selamat membaca.
Judul : Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti
link : Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti
Aedes
aegypti betina mampu meletakkan 80-100 butir
telur setiap kali bertelur. Pada waktu
dikeluarkan, telur Ae. aegypti
berwarna putih, dan berubah menjadi hitam dalam waktu 30 menit. Telurnya berbentuk lonjong, berukuran kecil
dengan panjang sekitar 6,6 mm dan berat 0,0113 mg, mempunyai torpedo, dan ujung
telurnya meruncing. Di bawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk Ae. aegypti, tampak adanya garis-garis
membentuk gambaran seperti sarang lebah (Sari, 2017).
Perkembangan larva tergantung pada suhu, kepadatan
populasi, dan ketersediaan makanan. Larva berkembang pada suhu sekitar
lingkungan 28⁰C sekitar 10 hari, pada suhu air antara 30-40⁰C larva akan
berkembang menjadi pupa dalam waktu 5–7 hari. Larva lebih menyukai air bersih,
akan tetapi tetap dapat hidup dalam air yang keruh. Larva beristirahat di
permukaan dan menggantung hampir tegak lurus. Larva akan berenang menuju dasar
tempat atau wadah apabila tersentuh dengan gerakan jungkir balik. Larva
mengambil oksigen di udara dengan berenang menuju permukaan dan menempelkan siphonnya
di atas permukaan air (Mariaty, 2010).
Anda sekarang membaca artikel Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti dengan alamat link https://patihakbar.blogspot.com/2020/07/laporan-identifikasi-jentik-nyamuk-aedes-aegypti.html
Judul : Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti
link : Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti
Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan laporan ini yaitu “Identifikasi
Jentik Nyamuk Aedes aegypti “.
Dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak lepas
dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih
kepada yang terhormat :
1.
Bapak Rijal, AMAK., S.ST dan Bapak Haeril, Amd.AK., S.Si selaku dosen pengampuh
mata kuliah praktikum Parasitologi II yang telah membantu dalam membimbing
dalam pembuatan laporan ini.
2.
Ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan
doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga
dengan disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta
menambah wawasan bagi para pembaca. Penulis menyadari laporan ini masih
memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan
rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat
untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Gorontalo, November
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ..……...…………………………………………………… ii
DAFTAR GAMBAR
………………………………………………….... iv
DAFTAR TABEL
……………………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN
………….………………………………….. 1
A. Latar
Belakang ………………………………………………...….... 1
B.
Rumusan Masalah
…………………………………………………. 2
C.
Tujuan
……………………………………………………………… 2
D. Manfaat
…………………………………………………………….. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……..………………………………. 3
A. Nyamuk
Aedes aegypti …………………………....….…………… 3
B.
Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti ………………….…....……..... 4
C.
Morfologi Nyamuk Aedes aegypti …….……………….…………. 4
a. Sefalo
………………………………………………………… 4
b. Toraks
………………………………………………………… 5
c. Abdomen
……………………………………………………… 6
D. Siklus
Hidup Nyamuk Aedes aegypti …….………………..……... 6
a. Telur
…………………..……………………………………… 7
b. Larva
(Jentik) ………...……………………………………….. 8
c. Pupa
(Kepompong) ……………………………………………. 9
d. Imago
(Dewasa) ………………………………………………. 10
E.
Bionomik Nyamuk Aedes aegypti …………..……………….……. 11
a. Perilaku
Mencari Makan ……………………………………… 11
b. Lingkungan
Tempat Hidup …………………………………… 12
c. Perilaku
Istirahat ……………………………………………… 13
F.
Faktor Yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Nyamuk Aedes
aegypti . 13
a. Faktor
Fisik ……………………………………………………. 13
b. Linkungan
Biotik ……………………………………………… 15
c. Lingkngan
Kimia ……………………………………………… 16
G. Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) …….…......…….……. 16
BAB III METODE
KERJA ………………………………………….… 18
A. Waktu
dan Tempat ………….…………………………………….. 18
B. Alat
dan Bahan ..……………….…………………………………... 18
a. Alat
……………………………………………………………. 18
b. Bahan
…………………………………………………………. 18
C. Prosedur
Kerja ……….……………………………………………. 18
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHSAN ………………………………... 19
A. Hasil
………..……………………………………………………… 19
B. Pembahasan
…….…………………………………………………. 19
BAB V PENUTUP
………………………………….…………………. 22
A. Kesimpulan
………………………………………………………... 22
B.
Saran ………………………………………………………………. 22
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar
II.I Morfologi Nyamuk ………………………………… 5
Gambar
II.II Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti…………..…… 6
Gambar
II.III
Telur Nyamuk Aedes aegypti …..…………….……... 7
Gambar
II.IV Kiri) Larva Aedes aegypti tampak dari samping.
Kanan) Larva Aedes aegypti tampak dari atas ……… 8
Kanan) Larva Aedes aegypti tampak dari atas ……… 8
Gambar
II.V
Pupa Nyamuk Aedes aegypti ……….…………..…... 9
Gambar
II.VI
Nyamuk Aedes aegypti Dewasa
………..…….……... 10
DAFTAR TABEL
Tabel IV.I Hasil Pengamatan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ………… 19
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Artropoda berasal dari bahasa Yunani
yaitu athros, sendi dan podos, kaki. Oleh karena itu ciri utama
hewan dalam filum ini adalah kaki yang tersusun atas ruas-ruas. Jumlah spesies
anggota filum ini terbanyak dibandingkan dengan filum lainnya yaitu lebih dari
800.000 spesies. Dalam kajian parasitologi, sebagian besar artropoda merupakan
vektor penyakit serta dapat bersifat sebagai parasit itu sendiri. Parasit pada
umumnya mempunyai sifat yang merugikan bagi manusia. Hidupnya menumpang dan
bertempat tinggal di tempat yang ditumpanginya dan merugikan bagi host yang ditumpanginya (Qiptiyah, 2014).
Parasit digolongan artropoda dapat berasal
dari ordo Diptera. Anggota ordo Diptera yang paling dikenal oleh masyarakat
selain lalat ialah nyamuk. Mendengar kata nyamuk mungkin sudah tidak terdengar
asing lagi ditelinga setiap kalangan masyarakat. Makhluk hidup berukuran kecil tersebut
hidup dan berkembang biak pada genangan-genangan air yang tercipta oleh manusia
ataupun melalui alam. Nyamuk merupakan salah satu vektor penyebar parasit yang dapat
mengganggu kehidupan manusia serta dapat menyebabkan penyakit yang serius. Misalnya
nyamuk Aedes aegypti yang dapat
menyebabkan penyakit DBD.
Menurut Nurhayati dan Ali (2006) di
Indonesia, jumlah penderita DBD cenderung meningkat dan menyebar luas. Penyakit
ini pertama kali berjangkit di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Dua puluh
tahun kemudian, DBD telah berjangkit di 201 Dati II di seluruh Indonesia. Data
terakhir menyebutkan bahwa tinggal seperempat bagian wilayah Indonesia yang
belum terkena DBD. Peningkatan jumlah penderita terjadi secara periodik tiap
lima tahun, bahkan beberapa kali menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dimana
jumlah pasien yang terkena sangat banyak, baik di perkotaan maupun pelosok
pedesaan dengan angka kematian mencapai 2-4%. Meskipun saat ini angka kematian
akibat DBD menunjukkanpenurunan, namun angka kesakitan (morbiditas) dan sebarannya
masih tinggi. Oleh karenanya, dalam kajian penelitian dan kesehatan, nyamuk ini
sering dijadikan bahan percobaan sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan tentang nyamuk serta peranan dan dampaknya bagi manusia.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah yang dapat diangkat dalam praktikum kali ini ialah sebagai
berikut :
1. Bagaimana
struktur morfologi larva nyamuk Aedes
aegypti?
2. Bagaimana
peran dan dampak nyamuk Aedes aegypti
bagi manusia?
C. Tujuan
Praktikum
Adapun
tujuan dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1. Agar
mahasiswa dapat mengetahui dan memahami struktur morfologi larva nyamuk Aedes aegypti.
2. Agar
mahasiswa dapat mengetahui dan memahami peran dan dampak nyamuk Aedes aegypti bagi manusia.
D. Manfaat
Praktikum
Adapun
manfaat dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai struktur morfologi larva
nyamuk Aedes aegypti.
2. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai peran dan dampak nyamuk Aedes aegypti bagi manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyamuk
Aedes aegypti
Nyamuk
merupakan serangga yang memiliki tubuh berukuran kecil, halus, langsing,
kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian mulut untuk
menusuk kulit dan mengisap darah yang
disebut dengan proboscis. Nyamuk tersebar luas di seluruh dunia dari daerah kutub
sampai daerah tropis, dapat dijumpai pada ketinggian 5.000 m di atas permukaan laut sampai kedalaman 1.500
m di bawah permukaan tanah di daerah pertambangan. Karena keberadaannya
menyebar di seluruh dunia, maka ektoparasit ini bersifat kosmopolit (Ginanjar,
2011).
Nyamuk
termasuk serangga (Arthropoda: Insecta). Tubuhnya terbagi tiga bagian: kaput,
toraks, abdomen. Pada kepala ada bagian mulut yang disebut probosis yang lurus
ke depan (pada Tribus Culicini dan Anphelini) atau bagian depannya melengkung
ke arah perut (Tribus Megarhini), sepasang antena, dan sepasang palpus
maksilaris. Nyamuk jantan antena tipe plumose, yang betina tipe pilose. Tipe
bag. mulut menusuk dan mengisap. Pada toraks melekat 3 pasang kaki, dan sepasang
sayap, dan sepasang halter (sayap yang sangat mereduksi, bentuknya seperti
halter) (Tobing, 2016).
Aedes aegypti
adalah salah satu vektor nyamuk yang paling efisien untuk arbovirus, karena nyamuk
ini sangat antropofilik dan hidup dekat manusia dan sering hidup di dalam dan di luar rumah. Aedes aegypti lebih senang pada genangan
air yang terdapat di dalam suatu wadah
atau kontainer, bukan genangan air di
tanah. Tempat perkembangbiakan yang potensial adalah Tempat
Penampungan Air (TPA)
yang digunakan untuk keperluan sehari – hari seperti drum,
bak mandi, bak WC, tempayan, ember dan
lain–lain. Tempat–tempat
perkembangbiakan lainnya
yang non TPA adalah vas
bunga, pot tanaman
hias, ban bekas, kaleng bekas, botol
bekas, tempat minum burung dan
lain–lain. Tempat perkembangbiakan
yang paling disukai adalah yang berwarna gelap, terbuka lebar dan terlindungi dari sinar matahari langsung
(Rahayu dan Adil, 2013).
B. Klasifikasi Nyamuk
Aedes aegypti
Menurut
Ishartadiati (2010), klasifikasi nyamuk Aedes
aegypti ialah sebagai berikut:
Kingdom :
Animala
Filum : Artropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
Species :
Aedes aegypti
C. Morfologi Nyamuk
Aedes aegypti
Aedes aegypti
dewasa berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah
(Culex quinquefasciatus),
mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik putih pada bagian badannya
terutama pada bagian kakinya (Jamaludin, 2013).
Nyamuk
Aedes aegypti L. Dewasa memiliki
ukuran sedang (panjang 3 - 4 mm) dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh
dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Dibagian
punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikel di bagian kiri
dan kanan yang menjadi ciri species ini. Sisik pada tubuh nyamuk pada umunya
mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk
tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung
dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang di peroleh nyamuk selama perkembangan.
Nyamuk jantan dan betina pada dasarnya tidak memiliki perbedaan, dalam hal
ukuran nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari pada yang betina. Nyamuk jantan
mempunyai rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat
diamati dengan mata telanjang (Mariaty, 2010).
a. Sefalo
Pada bagian kepala hampir seluruhnya
tertutupi oleh sepasang mata majemuk. Pada bagian kepala terdapat antena yang panjang (filiform). Pada nyamuk betina antena tidak selebat pada antena nyamuk jantan.
Antena betina disebut pilose
sedangkan pada nyamuk jantan disebut plumose.
Fungsi dari bulu-bulu yang lebat pada nyamuk jantan adalah sebagai alat bantu
untuk mencari keberadaan nyamuk betina. Selain pada antena, penentuan jenis kelamin
jantan dan betina dapat dilihat dari palpi
maksilari. Pada nyamuk betina, palpi maksilari lebih pendek dari pada
probosis, sedangkan palpi maksilari
pada nyamuk jantan melebihi panjang probosis.
Kepala nyamuk Aedes sp. berwarna hitam (Ginanjar, 2011)
b.
Toraks
Gambar II.I
Morfologi Nyamuk
Sumber : Ginanjar (2011) |
Pada bagian toraks, nyamuk memiliki skutum yang agak keras yang berfungsi
sebagai pelindung. Pada bagian posterior
toraks, terdapat skutellum
yang
berbentuk trilobus. Di samping itu,
pada bagian ini juga terdapat halter yang berfungsi sebagai alat keseimbangan
ketika terbang. Kaki nyamuk Aedes
sp.
memiliki corak khusus, yakni pola belang-belang hitam dan putih. Kaki nyamuk
terdiri atas tiga bagian yaitu, tungkai depan, tungkai tengah, dan tungkai
belakang. Tiap tungkai terdiri atas femur, tibia, enam ruas tarsus, dan kuku. Warna,
pola sisik, dan rambut pada toraks digunakan untuk membedakan genus dan spesies
nyamuk. Aedes sp. toraks berwarna
hitam, dengan memiliki corak putih pada dorsal (Ginanjar, 2011).
c. Abdomen
Aedes
sp. memiliki warna abdomen hitam dengan
tergit berwarna belang-belang hitam dan putih. Sedangkan Aedes sp.
betina, memiliki ujung abdomen yang meruncing, dengan serkus yang
menonjol keluar (Ginanjar, 2011).
D. Siklus
Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Dalam
perkembangannya nyamuk mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yang
diawali dengan stadium telur, larva
(jentik), pupa, dan dewasa (imago). Air merupakan faktor terpenting dalam
perkembangan nyamuk, karena proses perkembangan pradewasa terjadi di dalam air
(Ginanjar, 2011).
Gambar II.II
Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Sumber : Ishartadiati (2010) |
a. Telur
Gambar
II.III Telur Nyamuk Aedes aegypti.
Sumber : Mariaty (2010) |
Nyamuk Ae. aegypti meletakkan telurnya satu persatu dengan menempelkannya
pada wadah perindukan yaitu wadah yang tergenang air bersih seperti tempat
penampungan air, ruas bambu, lubang pohon, ban bekas, dan vas bunga. Telur
diletakkan satu demi satu dipermukaan air, atau sedikit dibawah permukaan air
dalam jarak lebih kurang 2,5 cm dari tempat perindukan. Telur Ae.
aegypti dapat bertahan dalam waktu yang lama dalam kondisi kering yaitu
hingga 6 bulan, dalam suhu 2⁰C – 4⁰C, namun akan menetas dalam waktu 1sampai 2
hari pada kelembaban rendah. Menurut
Brown (1962) telur yang diletakkan di dalam air kan menetas dalam waktu 1–3
hari pada suhu 30⁰C, tetapi membutuhkan waktu 7
hari pada suhu 16⁰C. Kemudian
telur dapat di tetaskan dengan meletakkannya pada kontainer yang berisi air
bersih. Namun tidak semua telur dapat
menetas dalam waktu yang sama. Pada kondisi normal, telur Ae. aegypti yang direndam di dalam air akan menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari
kedua. Berdasarkan jenis kelaminnya,
nyamuk jantan akan menetas lebih cepat dibanding nyamuk betina, serta lebih
cepat menjadi dewasa. Faktor- faktor
yang mempengaruhi daya tetas telur adalah suhu, pH air perindukkan, cahaya,
serta kelembaban disamping fertilitas telur itu sendiri (Sari, 2017).
b. Larva
(Jentik)
Gambar II.IV
Kiri) Larva Aedes aegypti tampak
dari samping. Kanan) Larva Aedes
aegypti tampak dari atas
Sumber : Mariaty (2010) |
Larva
Aedes aegypti L. memiliki
empat tahapan perkembangan yang disebut instar meliputi : instar I, II, III dan
IV, dan setiap pergantian instar ditandai dengan pergantian kulit yang disebut
ekdisis. Larva instar IV mempunyai ciri siphon pendek, sangat gelap dan kontras
dengan warna tubuhnya. Gerakan larva instar IV lebih lincah dan sensitif
terhadap rangsangan cahaya. Dalam keadaan normal (cukup makan dan suhu air 25⁰–27⁰C)
perkembangan larva instar ini sekitar 6–8 hari. Larva Aedes aegypti L. mempunya ciri-ciri sebagai berikut (Mariaty, 2010):
1. Adanya
corong udara pada segmen yang terakhir.
2. Pada
segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas (Palmatus hairs).
3. Pada
corong udara terdapat pectin.
4. Sepasang
rambut serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon).
5. Pada
setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21 atau berjajar 1 sampai 3.
6. Bentuk
individu dari comb scale seperti
duri.
7. Pada
sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang
rambut di kepala.
c.
Pupa (Kepompong)
Gambar II.V
Pupa Nyamuk Aedes aegypti
Sumber : Mariaty (2010) |
Larva instar IV akan berubah menjadi
pupa yang berbentuk bulat gemuk menyerupai
tanda koma. Tubuh pupa terdiri dari sefalo,
thorax dan abdomen. Mempunyai corong pernafasan yang digunakan
untuk bernafas pada thorax. Pada pupa
terdapat kantong udara yang terletak diantara bakal sayap nyamuk dewasa dan
terdapat sepasang sayap pengayuh yang saling menutupi sehingga memungkinkan
pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian jungkiran sebagai reaksi
terhadap rangsangan. Pupa merupakan tahapan yang tidak memerlukan makanan. Pupa
nyamuk bergerak sangat aktif dan dapat berenang dengan mudah saat terganggu. Pupa
bernapas dengan menggunakan tabung-tabung pernapasan yang terdapat pada bagian
ujung kepala. Pupa Aedes akan menjadi dewasa dalam waktu 2-3 hari setelah
sobeknya selongsong pupa oleh gelembung udara karena gerakan aktif pupa. Suhu
untuk perkembangan pupa yang optimal adalah 27⁰C – 32⁰C. Saat berubah menjadi stadium dewasa, pupa
akan naik ke permukaan air. Kemudian
Abdomen akan muncul retakan pada bagian belakang permukaan pupa dan nyamuk
dewasa akan keluar dari cangkang pupa (Sari, 2017).
d.
Imago (Dewasa)
Gambar II.VI
Nyamuk Aedes aegypti Dewasa
Sumber : Jamaludin (2013) |
Tubuh nyamuk dewasa terdiri dari 3
bagian, yatu kepala (caput), dada (thorax) dan perut (abdomen). Badan nyamuk berwarna hitam dan memiliki bercak dan
garis-garis putih dan tampak sangat jelas pada bagian kaki dari nyamuk Aedes
aegypti. tubuh nyamuk dewasa memiliki panjang 5 mm. Pada bagian kepala
terpasang sepasang mata majemuk, sepasang antena dan sepasang palpi, antena
berfungsi sebagai organ peraba dan pembau. Pada nyamuk betina, antena berbulu
pendek dan jarang (tipe pilose).
Sedangkan pada nyamuk jantan, antena berbulu panjang dan lebat (tipe plumose). Thorax terdiri dari 3 ruas, yaitu prothorax, mesotorax, dan methatorax.
Pada bagian thorax terdapat 3 pasang
kaki dan pada ruas ke 2 (mesothorax)
terdapat sepasang sayap. Abdomen
terdiri dari 8 ruas dengan bercak putih keperakan pada masing-masing ruas. Pada
ujung atau ruas terakhir terdapat alat kopulasi berupa cerci pada nyamuk betina dan hypogeum
pada nyamuk jantan (Jamaludin, 2013).
Nyamuk jantan dan betina dewasa
perbandingan 1:1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru
disusul nyamuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat
sarang, sampai nyamuk betina keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan
langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina
hanya sekali kawin. Pada nyamuk betina, bagian mulutnya mempunyai probosis
panjang untuk menembus kulit dan penghisap darah. Sedangkan pada nyamuk jantan,
probosisnya berfungsi sebagai pengisap sari bunga atau tumbuhan yang mengandung
gula. Nyamuk Aedes aegypti betina
umumnya lebih suka menghisap darah manusia
karena memerlukan protein yang
terkandung dalam darah untuk pembentukan telur agar dapat menetas jika dibuahi
oleh nyamuk jantan. Setelah dibuahi nyamuk betina akan mencari tempat hinggap
di tempat tempat yang agak gelap dan lembab sambil menunggu pembentukan
telurnya, setelah menetas telurnya diletakkan pada tempat yang lembab dan basah
seperti di dinding bak mandi, kelambu, dan kaleng-kaleng bekas yang digenangi
air (Jamaludin, 2013).
E. Bionomik
Nyamuk Aedes aegypti
a. Perilaku
Mencari Makan
Ae.
aegypti bersifat diurnal yaitu aktif pada pagi
dan siang hari. Nyamuk Ae. aegypti betina memiliki
kebiasaan menghisap darah pada pagi dan
sore hari yaitu antara pukul 08.00 hingga 12.00 dan 15.00 hingga 17.00. Jenis darah yang disukai oleh nyamuk ini ialah
darah manusia. Setelah menghisap darah, nyamuk betina akan mencari tempat
beristirahat yang aman untuk mengubah darah menjadi telur. Nyamuk betina biasanya beristirahat di
tempat-tempat dengan vegetasi yang padat, lubang-lubang pohon, kandang hewan, atau
bebatuan selama 2 sampai 4 hari hingga telur berkembang secara utuh. Setelah itu nyamuk betina akan terbang dari
tempat peristirahatannya pada sore atau malam hari untuk mencari tempat untuk
meletakkan telur, kemudian nyamuk betina akan menghisap darah lagi untuk
mengulang siklus (Sari, 2017).
Waktu nyamuk mulai mengisap darah sampai
telur dikeluarkan, biasanya bervariasi antara 3-4 hari jangka waktu tersebut
disebut dengan satu siklus gonotropik
(gonotropic cycle). Nyamuk betina ini
mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu
siklus gonotropik yang bertujuan untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Namun nyamuk betina ini bersifat antropofilik
yaitu lebih menyukai darah manusia dibandingkan
darah hewan. Siklus gonotropik ada beberapa macam yaitu (Sari, 2017):
1. Gonotropik concordance
yaitu waktu nyamuk mulai mengisap darah yang
pertama kali sampai bertelur.
2. Gonitropik discordance
yaitu waktu nyamuk mulai mengisap darah untuk yang pertama kali, kemudian darah
dicerna dahulu lalu nyamuk menghisap
darah lagi berkali - kali sampai bertelur.
3. Gonotropik association yaitu
nyamuk menghisap darah namun tidak bertelur
sampai musim hujan terdapat genangan air untuk tempat bertelur,dan
selama itu nyamuk tidak menghisap darah lagi.
4. Gonotropik dissociation
yaitu nyamuk tetap menghisap darah selama musim kering namun tidak bertelur dan
akan bertelur setelah musim hujan datang
b. Lingkungan
Tempat Hidup
Secara bioekologis spesies nyamuk Aedes aegypti mempunyai dua habitat,
yaitu:
perairan untuk fase pradewasanya (telur, larva, dan pupa), dan daratan atau
udara untuk nyamuk dewasa. Walaupun habitat nyamuk dewasa di daratan atau
udara, akan tetapi nyamuk ini juga mencari tempat di dekat permukaan air untuk
meletakkan telurnya. Bila telur yang diletakkan nyamuk tersebut tidak mendapat
sentuhan air atau kering, telur tersebut masih mampu bertahan hidup antara 3
bulan sampai satu tahun. Masa hibernasi telur-telur itu akan berakhir atau
menetas bila sudah mendapatkan lingkungan yang cocok pada musim hujan untuk menetas. Terlur nyamuk akan
menetas antara 3 – 4 jam setelah mendapat genangan air menjadi larva. Habitat
larva yang keluar dari telur tersebut hidup mengapung di bawah permukaan air.
Perilaku hidup larva tersebut berhubungan dengan upayanya menjulurkan alat
pernafasan yang disebut sifon, menjangkau permukaan air guna mendapatkan
oksigen untuk bernafas. Habitat seluruh masa pradewasanya dari telur, larva dan
pupa hidup di dalam air walaupun kondisi airnya sangat terbatas (Hamzah, 2010).
Aedes
aegypti
lebih menyukai tempat di dalam rumah penduduk, berbeda dengan Aedes albopictus yang lebih menyukai
tempat di luar rumah penduduk, yaitu hidup di pohon atau kebun atau kawasan
pinggir hutan. Di dalam rumah Aedes aegypti seringkali hinggap pada
pakaian yang digantung untuk beristirahat dan bersembunyi, menantikan saat
tepat inang datang untuk mengisap darah. Informasi tentang habitat dan
kebiasaan hidup nyamuk tersebut sangat penting untuk mempelajari dan memetakan
keberadaan populasinya untuk tujuan pengendaliannya baik secara fisik-mekanik,
biologis maupun kimiawi. Dengan demikian, sarang telur Aedes aegypti paling banyak ditemukan di wadah air rumah tangga
buatan manusia (Hamzah, 2010).
c. Perilaku
Istirahat
Perilaku istirahat untuk nyamuk memiliki
dua arti yaitu istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu proses
perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang
mencari darah. Pada umumnya nyamuk memillih tempat yang teduh, lembab, dan aman
untuk beristirahat. Nyamuk Aedes aegypti
L. lebih suka hinggap di tempat-tempat yang dekat tanah (Mariaty, 2010).
F. Faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangbiakan Nyamuk Aedes
aegypti
Faktor
lingkungan yang mempengaruhi perkembangbiakan Ae. aegypti yaitu (Sari, 2017):
a. Faktor
fisik
1. Suhu
Lama
perkembangan dan kematian larva Ae.
aegypti sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu yang rendah,
perkembangan larva akan memerlukan waktu hingga
menjadi dewasa. Temperatur optimum untuk perkembangan larva adalah 25⁰C-30⁰C.
Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Di luar kisaran suhu tersebut, serangga akan mati kedinginan atau
kepanasan. Pada umumnya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 15⁰C,
suhu optimum 25⁰C, dan suhu maksimum 45⁰C.
Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25⁰C – 27⁰C dan
pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10⁰C atau
lebih dari 40⁰C.
2. Kelembaban
Kelembaban
yang dimaksudkan adalah kelembaban tanah, udara, dan tempat hidup serangga
dimana merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi, kegiatan, dan
perkembangan serangga. Pada kelembaban
yang sesuai, serangga biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrim. Kelembaban udara yang berkisar 81,5 - 89,5%
merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi dan ketahanan hidup
embrio nyamuk. Kelembaban optimum dalam
proses perkembangbiakan larva nyamuk berkisar antara 60 % - 80 % dan batas
terendah kelembaban yang memungkinkan kehidupan nyamuk adalah kelembaban
60%. Kelembaban diatas 60 % mendukung
perkembangbiakan nyamuk. Adanya suhu tinggi dan kelembaban yang rendah dapat
memperpendek umur nyamuk. Hal ini karena nyamuk merupakan serangga yang
melakukan pernafasan dengan menggunakan trakea dan spirakel. Saat kelembaban
lingkungan turun, maka spirakel akan terbuka lebar dan menyebabkan terjadinya
penguapan dari dalam tubuh nyamuk. Penguapan terjadi karena tidak adanya
mekanisme yang mengatur proses keluar masuknya udara dari dalam tubuh nyamuk ke
lingkungan. Hal ini menyebabkan gangguan
terhadap proses respirasi larva akan memperpendek umur larva.
3. Curah
hujan
Terdapat
hubungan langsung antara curah hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi nyamuk dewasa. Besar
kecilnya pengaruh, bergantung pada jenis vektor, derasnya hujan dan jenis
tempat perindukan.
Hujan
yang diselingi oleh panas, akan memperbesar kemungkinan berkembang-biaknya
nyamuk. Hujan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan nyamuk akan lebih sering
bertelur dan tentunya akan lebih banyak individu nyamuk dihasilkan. Adanya
curah hujan yang tinggi menyebabkan banyaknya genangan yang dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk. Curah hujan pada kisaran 140 mm dapat menghambat perkembangbiakan
pada larva nyamuk, sedangkan curah hujan pada kisaran 310 mm dan 575 mm tidak
mendukung kehidupan larva Ae. aegypti.
4. Ketinggian
Tempat
Pada
daerah di daratan tinggi umumnya memiliki suhu lingkungan yang rendah. Ketinggian
tempat sering dikaitkan dengan adanya proses penurunan suhu sehingga jenis
nyamuk pada daerah daratan tinggi akan lebih sedikit 24 dibandingkan dengan
daratan rendah yang cenderung memiliki suhu yang lebih hangat.
b. Lingkungan
biotik
Tumbuhan atau tanaman air seperti
ganggang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena dapat menghalangi
sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan serangga lain. Tumbuhan juga menyediakan kebutuhan oksigen
yang sangat diperlukan oleh larva terkait proses respirasinya. Oksigen yang di hasilkan oleh tumbuhan
merupakan hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan. Selain itu kelangsungan hidup larva nyamuk
dipengaruhi oleh ketersedian makanan dan kepadatan larva dalam wadah.
Pengendalian nyamuk secara alami juga dilakukan dalam proses biologis, antara
lain beberapa jenis predator, seperti ikan yang dapat memakan larva nyamuk yang
hidup di kolam maupun sungai yang dapat digunakan sebagai tempat
perindukan. Hal ini sesuai dengan
ekologi pada larva nyamuk yang berkaitan erat dengan proses rantai makanan yang
ada, dimana larva nyamuk merupakan konsumen primer yang akan dimangsa oleh
konsumen sekunder yang kehadirannya sangat penting dalam keseimbangan
ekosistem.
c. Lingkungan
Kimia
Diketahui bahwa pH, kebutuhan oksigen,
oksigen terlarut, dan karbon dioksida yang terkandung dalam air dapat
mempengaruhi proses perkembangbiakan nyamuk.
Masing–masing jenis nyamuk memiliki toleransi terhadap nilai pH yang
berbeda-beda. pH merupakan satuan nilai yang menentukan kondisi asam basa.
Kondisi asam basa banyak dipengaruhi oleh jenis lingkungan yang ada. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan
nilai pH dari tiap-tiap tempat perindukan nyamuk yang dipengaruhi oleh
perbedaan lingkungan. Oksigen terlarut
pada air di tempat perindukan diketahui dapat mencukupi kebutuhan oksigen larva nyamuk Aedes sp dengan nilai 4,3 mg/l.
Kadar oksigen terlarut dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis yang ada
diperairan tersebut dan hal ini sangat dipengaruhi oleh tipe vegetasinya.
G. Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit
Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
Indonesia yang semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Masa inkubasi penyakit DBD, yaitu periode
sejak virus dengue menginfeksi manusia hingga menimbulkan gejala klinis, antara
3-14 hari, rata-rata 4-7 hari. Penyakit DBD tidak ditularkan langsung dari
orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saat viremia, yaitu
beberapa saat menjelang timbulnya demam hingga saat masa demam berakhir,
biasanya berlangsung selama 3-4 hari. DBD adalah penyakit demam virus akut yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti disebabkan oleh virus DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4, yang dapat menimbulkan gejala klinis seperti demam tinggi, timbul
bintik-bintik merah pada kulit, perdarahan pada hidung dan gusi, lemah dan
lesu, kadang-kadang disertai dengan shock
karena tekanan darah menurun menjadi 20mmHg atau kurang (Hamzah, 2010).
Tanda
dan gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan mendadak panas meningkat
selama 2-7 hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38º C – 40ºC, terjadi
penularan pada hidung dan gusi, rasa sakit pada otot dan persendian, timbul
bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah, kadang-kadang
disertai dengan shock karena tekanan darah menurun menjadi 20mmHg atau kurang.
Tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih
rendah, manifestasi perdarahan, dengan bentuk uji tourniquet positif
puspura perdarahan, konjungtiva, epitaksis, dan melena, dan gejala klinik
lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut,
diare, kejang, dan sakit kepala. Derajat berat penyakit DBD secara klinis
dibagi menjadi 4 derajat yaitu Derajat I ditandai dengan demam disertai gejala
klinis lain tanpa perdarahan spontan, Derajat II ditandai dengan derajat I dan
disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain, Derajat III,
ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari
(tanda-tanda dini renjatan), dan Derajat IV, ditandai dengan renjatan berat
(DSS) dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur (Hamzah,
2010).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu
dan Tempat
Adapun
pelaksanaan praktikum mengenai “Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes aegypti” dilakukan pada :
Hari/Tanggal : Kamis, 16 November 2017
Pukul : 10.00 – 12.00 WITA
Tempat : Ruang Laboratorium Mikrobiologi
STIKes Bina Mandiri
Gorontalo
B. Alat
dan Bahan
a. Alat
Adapun alat-alat yang akan digunakan
pada praktikum kali ini ialah sebagai beirkut :
1. Mikroskop
2. Object glass
3. Wadah
plastik
4. Pipet
tetes
b. Bahan
Adapun bahan-bahan yang akan digunakan pada
praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1. Jentik
nyamuk Aedes aegypti
2. Larutan
KOH
C. Prosedur
Kerja
Adapun prosedur
kerja yang akan dilakukan ialah sebagai berikut :
1. Digunakan
Alat Pelindung Diri (APD).
2. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
3. Diambil
larva (jentik) nyamuk dengan pipet dan diteteskan pada object glass.
4. Teteskan
jentik tersebut dengan larutan KOH.
5. Diamati
larva (jentik) pada mikroskop dengan pembesaran 4-10x pembesaran.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan
identifikasi Jentik Nyamuk Aedes aegypti,
hasil yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut :
Gambar
Manual
|
Gambar
|
Keterangan :
|
|
1. Kepala
|
6.
Sifon
|
2. Antenna
|
7.
Anal Gill
|
3.
Antenna
Hair (rambut
antenna)
|
8.
Comb scale
|
4. Toraks
|
9.
Lateral
Hair
(rambut lateral)
|
5. Abdomen
|
Tabel IV.I
Hasil Pengamatan Jentik Nyamuk Culex
sp
|
B. Pembahasan
Nyamuk merupakan hewan Arthropoda yang
tergolong dalam kelas Insecta ordo Diptera. Persebaran nyamuk terjadi hingga
diseluruh belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Salah satu jeni nyamuk
yang ada di Indonesia ialah nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk Aedes aegypti sebagai
filum Arthropoda menyebabkan secara morfologis bentuknya tubuh menurut Irianto
(2013) yaitu ditandai oleh bangunan yang simestris
bilateral. Semua anggota filum ini mempunyai tubuh bersegmen yang
terbungkus dalam suatu rangka (eksoskeleton)
dari bahan kitin. Rangka luar ini bersendi dan berfungsi menutupi dan dan
melindungi alat-alat dalam serta memberi bentuk pada tubuh. Rangka luar
diekskresikan oleh epidermis dan mengalami pergantian kulit (eksdisis). Hewan ini mempunyai mata
majemuk (faset) atau mata tunggal (oselus). Tubuh arthropoda dibagi atas
tiga bagian utama yaitu, kepala (kaput/Sefalo),
dada (toraks), dan perut (abdomen).
Selain
itu, nyamuk Aedes aegypti tergolong
dalam kelas Insecta karena memiliki 3 pasang kaki atau 6 buah kaki. Hal ini
sesuai dengan namanya, menurut Irianto (2013) Insecta disebut juga Hexapoda
(Yunani, Hexa adalah enam dan Podos adalah kaki). Nyamuk Culex sp juga termasuk dalam ordo
Diptera yaitu menurut Irianto (2013) Di artinya
dua dan Ptera artinya sayap. Hewan
ini bersayap satu atau dua pasang.
Struktur
morfologi jentik nyamuk Aedes aegypti ialah
memiliki kepala (Sefalo), dada (Toraks) dan perut (Abdomen) sama halnya dengan yang dimiliki oleh nyamuk Aedes aegypti dewasa. Namun, bentuk
jentik ialah bentuk dimana struktur morfologinya masih belum sempurna (masih
dalam bentuk larva). Kepala (Sefalo)
merupakan bagian tubuh jentik yang paling utama. Morfologi larva nyamuk Aedes aegypti bagian kepala ialah
terdapat sepasang antenna dimana sepasang antenna tersebut memiliki sepasang
rambut (antenna hair). Selain itu
terdapat juga tidak memiliki mouth brush yaitu
rambut disekitar mulut dari jentik dan tidak memiliki rambut palma (palmatus hairs).
Jentik
nyamuk Aedes aegypti memiliki toraks
namun fungsinya hanya sebagai tempat perlekatannya perut (abdomen). Pada toraks juga terdapat duri-duri panjang yang terletak
di sisi toraks. Hal ini juga disebutkan oleh Mariaty (2010) bahwa pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan
bentuk kurva. Pada bagian abdomen terdapat
segmen (ruas-ruas). Dari hasil pengamatan terdapat kurang lebih sekitar 7
segmen pada abdomen jentik nyamuk Aedes aegyti. Pada segmen terakhir
terdapat Comb scale yang berbentuk
seperti duri. Comb scale hanya terdiri
atas sebaris duri.
Selain
itu, pada bagian posteriornya dibagi menjadi dua bagian yaitu sifon dan anal gill. Sifon merupakan alat yang digunakan jentik untuk bernapas.
Ukuran sifon untuk jentik nyamuk Aedes aegyti ialah lebih pendek daripada
nyamuk Culex sp. dan ujungnya
menghadap ke permukaan. Sedangkan anal
gill merupakan alat yang digunakan sebagai insang.
Jentik
nyamuk merupakan fase untuk memenuhi kebutuhan nutrisi agar dapat berbah
menjadi kepompong yaitu fase inaktif yang tidak memerlukan makanan. Menurut
Ginanjar (2011) bagi seekor nyamuk stadium larva ini merupakan stadium makan.
Kebanyakan jenis larva memakan alga dan kotoran organik, tetapi beberapa
bersifat pemangsa dan makan larva nyamuk lain. Dalam kondisi yang sesuai, larva
nyamuk akan berkembang dalam waktu 6-8 hari sejak dari larva stadium pertama
(instar I) hingga stadium terakhir (instar IV), dan akan berubah menjadi pupa
(kepompong).
Menurut
Ginanjar (2011) pada fase jentik memiliki ciri-ciri yaitu jentik kecil yang
menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar, panjangnya 0–1 cm. Jentik nyamuk Aedes aegeptyi selalu bergerak aktif
dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk
bernafas, kemudian turun kembali ke
bawah untuk mencari makanan dan seterusnya. Selain itu, untuk membedakan
jentik nyamuk Aedes aegypti dengan Anopheles ialah pada waktu istirahat,
posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air (bergantung dengan memberntuk
posisi vertikal dengan permukaan air). Biasanya berada di sekitar dinding
tempat penampungan air. Sedangkan Anopheles
posisi istirahatnya sejajar dengan permukaan air. Hal ini terjadi karena
jentik nyamuk Aedes aegypti bernapas
menggunakan sifon yang mengharuskan
tabung sifon berada dipermukaan air
sehingga jentik akan terlihat seperti membentuk sudut dengan bagian kepala
berada dibagian bawah tetapi sifon berada
diatas.
Jentik
nyamuk Aedes aegypti kemudian akan
bermetamorfosis menjadi pupa (kepompong) yang selanjutnya menjadi nyamuk Aedes aegypti dewasa. Nyamuk Aedes aegypti dewasa merupakan vektor
yang dapat menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus
yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti
ialah virus Dengue yaitu virus yang mampu menginfeksi manusia sehingga
dapat terserang penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan yang
diperoleh dari laporan kali ini ialah sebagai berikut :
1.
Struktur
morfologi jentik nyamuk Aedes aegypti
ialah terdiri dari kepala (sefalo),
dada (toraks) dan perut (abdomen). Bagian kepala terdapat sepasang
antenna yang memiliki rambut (antenna hairs),
dan tidak memiliki mouth brush dan palmatus hairs. Pada bagian dada
terdapat rambut lateral sampai pada abdomen
serta merupakan tempat perlekatan abdomen.
Pada bagian perut terdapat 7 segmen, posterior abdomen terdapat comb scale berbentuk duri dalam sebaris
dan terdapat juga sifon yang pendek
dan anal gill.
2.
Jentik
nyamuk Aedes aegypti yang telah
tumbuh menjadi nyamuk dewasa berperan penting sebagai vektor penularan dari virus
Dengue yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
B.
Saran
Saran
yang dapat disampaikan oleh praktikan ialah perlu untuk melakukan praktikum
kembali. Hal ini diutarakan karena pada praktikum sebelumnya jentik yang
dilakukan identifikasi hanyalah jentik dari nyamuk Aedes aegypti tanpa jenis jentik dari nyamuk lain. Hal ini
menyebabkan praktikan tidak dapat membandingkan morfologi antara jentik nyamuk Aedes aegypti dengan jentik nyamuk
lainnya. Oleh karena itu, dengan dilakukannya praktikum kembali praktikan dapat
melakukan perbandingan antara jentik nyamuk Aedes
aegypti dengan jenis jentik nyamuk lainnya seperti Culex sp, Anopheles dan Mansonia.
DAFTAR PUSTAKA
Ginanjar,
Rizqy Arif. 2011. Densitas dan Perilaku
Nyamuk (Diptera : Culicidae) di Desa Bojong Rangkas Kabupaten Bogor. Institut
Pertanian Bogor. Jawa Barat
Hamzah,
Amir. 2010. Model Populasi Nyamuk Aedes
aegypti. Institut Teknologi Bandung. Jawa Barat
Irianto,
Koes. 2013. Parasitologi Medis (Medical
Parasitology). Alfabeta : Bandung
Ishartadiati, Kartika. 2010. Aedes aegypti
Sebagai Vektor Demam Berdarah Dengue. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Jawa Timur
Jamaludin, Sulaiman. 2013. Efektivitas
Pemberian Ekstrak Ethanol 70 % Daun Kecombrang (Etlingera elatior) Terhadap
Larva Instar III Aedes aegypti sebagai Biolarvasida Potensial. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Mariaty,
Putu Diah. 2010. Pemanfaatan
Ekstrak Daun, Biji, Dan Daging Buah Cabai Rawit (Capsicum frutescen L.) Sebagai
Larvasida Nyamuk Aedes aegypti L. Universitas Atma
Jaya Yogyakarta. Jawa Tengah
Nurhayati,
Siti., dan Ali Rahayu. 2006. Potensi
Teknik Nuklir dalam Pengendalian Nyamuk Aedes aegypti Sebagai Vektor Penyakit
Demam Brdarah Dengue. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Yogyakarta
Qiptiyah,
M. 2014. Arthropoda. Universitas
Islam Negeri Malang. Jawa Timur
Rahayu, Diah Fitri., dan Adil Ustiawan.
2013. Identifikasi Aedes aegypti Dan Aedes albopictus. Balai Penelitian dan pengembangan.
Banjarnegara
Sari,
Muna. 2017. Perkembangan Dan Ketahanan
Hidup Larva Aedes aegypti Pada Beberapa Media Air Yang Berbeda. Universitas
Lampung. Bandar Lampung
Tobing,
S. Walsen Pangihutan L. 2016. Budidaya
Larva Nyamuk (Culex sp). Universitas Lampung. Bandar Lampung
LAMPIRAN
Posterior Abdomen
Terdapat Sifon
|
Sefalo Terdapat
Sepasang Antena Hair
|
Jentik
Nyamuk Aedes aegypti
|
Demikianlah Artikel Tentang Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti
Semoga dengan membaca artikel Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti ini, bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel kami yang lainnya. Dan jangan lupa di share yaa
Anda sekarang membaca artikel Laporan Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes Aegypti dengan alamat link https://patihakbar.blogspot.com/2020/07/laporan-identifikasi-jentik-nyamuk-aedes-aegypti.html
Previous article
Next article
Min perbanyak dong postingan laporan nya. Agar kalau ada tugas tinggal copy saja di blog admin
ReplyDelete