Ads Right Header

Konsep Dasar Pembelajaran Tematik

Konsep Dasar Pembelajaran Tematik - Hallo sahabat Situs Pendidikan Masa Kini - Patih Akbar, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Konsep Dasar Pembelajaran Tematik, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Ilmu Pendidikan, yang kami tulis ini dapat anda pahami. dengan mudah, selamat membaca.

Judul : Konsep Dasar Pembelajaran Tematik
link : Konsep Dasar Pembelajaran Tematik

Baca juga


Konsep Dasar Pembelajaran Tematik

           
Ilustrasi Pembelajaran Tematik.  Sumber : minurulhidayah
Peningkatan mutu pembelajaran disekolah akan selalu mendapatkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan. Perbaikan dan penyempurnaan pembelajaran disekolah itu dilakukan melalui perubahan kurikulum sekolah oleh pemerintah. Kurikulum itu bersifat dinamis, harus selalu bisa menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Disamping itu, melalui berbagai observasi dan evaluasi pendidikan, masukan dari para pakar pendidik serta masukan dari masyarakat yang peduli pendiidkan, pemerintah berusaha untuk memperbaiki kurikulum yang mereka pandang perlu untuk diadakan perbaikan dan penyempurnaan. 
          Meskipun masyarakat banyak yang mengasumsikan bawah setiap ganti menteri mesti ganti kurikulum, sebagai seorang guru yang professional sudah seharusnya cepat merespon perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum yang terjadi merupakan hal yang biasa dan merupakan suatu keniscayaan dalam rangka mengikuti perkembangan masyarakat yang begitu cepat. (Kunandar, 2007;207).
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai tahu ajaran 2013 yang baru akan menerapkan kurikulum baru disemua jenjang pendidikan sekolah. Dari jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK mulai tahun ajaran 2013-2014 menerapkan kurikulum yang baru, terutama dijenjang sekolah SD/MI mendapatkan perubahan yang sangat banyak. Salah satu ciri perubahan pada kurikulum tersebut adalah bersifat tematik integrative pada level pendidikan dasar (SD).
Pembelajaran Tematik
1.    Konsep Dasar
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapagt memberikan pengalaman bermakna kepada siswa atau murid. Tema adalah pokok pemikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983).
Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individu maupun kelompok untuk aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistyik, bermakna, dan otentik.
Penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran kelas rendah oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tidak lepas dari perkembangan akan konsep dari pendekatan terpadu di Indonesia, pada saat ini model pembelajaran yang dipelajari dan berkembang adalh model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty (1990). Model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty ini berawal dari konsep pendekatan interdisipliner yang dikembangkan oleh Jacob (1989).
Dalam bukunya, interdisciplinary Curriculum : Design and Implementation, Jacob (1989) menjelaskan bahwa tumbuh kembangnya minat dan kebutuhan atas kurikulum terpadu (integrative curriculum) dipicu oleh sejumlah hal berikut ini.
a.    Perkembangan pengetahuan
Kurikulum sekolah selalu ketinggalan dengan pertumbuhkembangan pengetahuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang. Kemajuan pengetahuan itu tidak serta merta dapat diadopsi dalam kurikulum. Akibatnya, apa yang sedang dan telah dipelajari siswa kerap basi dan using karena telah tertinggal jauh oleh perkembangan yang terjadi.
b.    Fragmentasi jadwal pembelajaran (fragmented schedule)
Merancang dan melaksanakan pembelajaran disekolah dibentengi oleh satuan waktu yang disebut menit. Karena waktunya sudah habis, kegiatan belajar yang sedang berlangsung terpaksa harus diputus karena harus segera berpindah ke pelajaran yang baru. Para siswa belajar dengan terpenggal-penggal dan perputus-putus tanpa mempedulikan ketuntasan dan keutuhan.
c.    Relevansi kurikulum
Kegiatan pembelajaran yang dialami anak menjadi membosankan dan tidak berguna, ketika mereka tidak mengerti untuk apa mempelajari Matematika, Sejarah, IPA, IPS dan sebagainya. Pembelajaran hanya dilakukan demi pelajaran itu sendiri, atau sekedar menghadapi tes dan ujian. Padahal, ketika bangun di pagi hari atau begitu menamatkan sekolah, anak akan dihadapkan pada segudang kehidupan nyata yang memerlukan pemecahan secara baik dan dari berbagai sudut pandang. Persoalan ini pulalah yang kerap memicu perdebatan tentang apa tujuan pendidikan sekolah, apa yang harus dialami dan dipelajari anak, dan bagaimana semestinya pendidikan itu dilaksanak. Kurikulum menjadi relevan dan bermakna ketika pelajaran-pelajaran yang harus dikuasai siswa terkait satu sama lain.
d.    Respons masyarakat terhadap fragmentasi pembelajaran
Ketika seolah calon dokter dididik menjadi dokter, ia tidak hanya diajar tentang hal-hal yang bersifat fisik, biologis, dan media, ia pun diajari tentang filosofi manusia, psikologi, etika, dan komunikasi yang dapat membekalinya dengan penyikapan terhadap manusia secara utuh. Spesialisasi memang penting, tetapi pendulum akan tetap bergerak dan mengarah pada keseimbangan. Karena itu pula, interdisiplin akan membantu siswa untuk dapat lebih baik dalam mengintegraasikan pengetahuan dan strategi belajarnya guna menghadapi kompleksitas dunia.
Menurut Jacob (1989), keempat hal itu merupakan pemicu merebaknya wacana dan penerapa pendekatan interdisipliner disekolah-sekolah. Berdasarkan pengalamannya selama lima belas tahun berkutat dengan pendekatan tersebut, Jacob menemukan berbagai corak atau model penerapan pendekatan interdisipliner. Perbedaan ini disebabkan oleh pemahaman, kepercayaan diri, dan kreativitas dalam menerapkan pendekatan interdisipliner.Untuk itu pula, Jacob memandang perlu mendefenisikan berbagai istilah yang digunakan dan dikaitkan dengan pendekatan interdisipliner.
a.    Discipline field : A Specific body of teacheable knowledge with its own background of education, training, procedures, methods and content areas.
b.    Interdisciplinary : A knowledge view and curriculum opproach that consciously applies methodology and language from more than one discipline to examine a central theme, issues problem, topic or experience.
Jadi, pendekatan interdisipliner menekankan pada keterkaitan (linkages) dan keterhubungan (relationship) antar-disiplin. Sifat keterhubungan antardisiplin ittu pada kenyataannya melahirkan sejumlah variasi yang memiliki makna yang tidak persis sama (Jacob, Ed.,1989 dan Pitts, dkk., 1991), diantaranya adalah sebagai berikut.
1.    Paralel disiplin : pembelajaran yang mengurutkan suatu pelajaran dengan pelajaran lain berkenaan dengan suatu isu atau konsep yang sama.
2.    Lintas disiplin atau crossdisciplinasry :  pembelajaran yang memandang satu bidang studi dari perspektif bidang studi lain.
3.    Pluridisiplin : pembelajaran yang menghubungkan antar dua bidang studi yang berbeda dengan menggunakan sebuah tema.
4.    Multidisiplin : pembelajaran yang bertolak dari suatu tema dengan mengususng satu bidang studi inti, dan menyertakan pula bidang studi lain. tak ada upaya untuk menghubungkan antarbidang studi.
5.    Interdisiplin : pembelajaran yang secara sadar menghubungka tujuan, isi, dan kegiatan belajar dari berbagai bidang studi yang berbeda untuk menggali sebuah tema.
6.    Keterpaduan hari atau integrated-day : program pembelajaran sehari (full-day program) yang didasarkan atas tema utama dan masalah yang muncul dari dunia anak. Penekanannya pada suatu pendekatan organic terhadap kehidupan kelas yang berfokus pada kurikulum yang digali dari pertanyaan dan minat anak.
7.    Program lengkap dan complete program :pembelajaran yang bertolak dari kurikulum yang bersumber dari kehidupan sehari-hari siswa. Ini adalah bentuk terekstrem dari interdisiplin dan program integrative yang total karena kehidupan siswa sama dengan sekolah.

Dari berbagai istilah tersebut, Jacob lebih menyukai istilah interdisiplin sebagai payung karena memandang pengetahuan dan pendekatan kurikulum yang menerapkan secara sadar metodologi dan bahasa lebih dari satu disiplin untuk menguji relevansi dan kebermaknaan tema sentral, isu, masalah, topic, atau pengalaman.
Pembelajaran terpadu berawal dari pengembangan skema pengetahuan yang ada di dalam diri siswa. Hal tersebut merupakan salah satu pengembangan filsafat konstruktivisme. Salah satu pandangan tentang proses konstruktivisme dalam pembelajaran adalah bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri (self-regulation). Pada akhir proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya (Bell, 1993 : 24)
Pada dasarnya, pembelajaran terpadu dikembangkan untuk menciptakan pembelajaran yang didalamnya siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya. Pendidik lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus pada suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka, bukan ketepatan siswa dalam melakukan replikasi atas apa yang dilakukan pendidik.
Pendukung gaya belajar dengan pendekatan terintegrasi berakar dari tradisi pendidikan progresif, inspirasi dari tokoh filsafat yaitu Friedrich Froebel, Yohanes Dewey, Piaget Jean, dan Rudolf Steiner (Compton, 2000). Menurut aliran progresif, anak merupakan suatu kesatuan yang utuh, perkembangan emosi dan sosial sama pentingnya dengan perkembangan intelektual. Dewey mengungkapkan bahwa education is growth, development, and life. Hal ini berarti bahwa proses pendidikan itu tidak mempunyai tujuan di luar dirinya, tetapi terdapat dalam pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan juga bersifat kontinu dan merupakan reorganisasi, rekonstruksi, dan pengubahan pengalaman hidup dan juga perubahan pengalamn hidup. (Sukmadinata, 2002).
Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekata belajar-mengajar yang melibatkan beberapa bidnag studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudha mereka pahami. Kegiatan pembelajaran terpadu memadukan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema. Dengan demikian, paling tidak pelaksanaan belajar mengajar dengan cara ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, materi beberapa mata pelajaran disajikan dalam tiap pertemuan sedangkan cara yang kedua, tiap kali pertemuan hanya menyajikan satu jenis mata pelajaran. Pada cara kedua ini, keterpaduannya diikat dengan tema satu persatu.
Pengembangan pembelajaran terpadu disekolah dasar didasari beberapa hal, yaitu :
·         Sesuai dengan penghayatan dunia kehidupan anak yang bersifat holistic.
·         Sesuai dengan potensi pengaitan mata pelajaran disekolah dasar sehingga mampu membuahkan penguasaan isi pembelajaran secara utuh.
·         Idealisasi pelaksanaan kurikulum yang selayaknya dikembangkan secara integrative (Depdikbud, 1995 : 3).

2.    Pengertian
Konsep pembelajaran tematik merupakan pengembangan dari pemikiran dua orang tokoh pendidikan yakni Jacob tahun 1989 dengan konsep pembelajaran interdisipliner dan Fogarty pada tahun 1991 dengan konsep pembelajaran terpadu. Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intramata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utauh sehingga pembelajaran jadi bermakna bagi peserta didik.
Bermakna artinya bahwa pada pembelajaran tematik peserta didik akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalamn langsung dan nyata yang menghubungkan antar kosep dalam intra maupuun antar mata pelajaran. Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, pembelajaran tematik tampak lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran untuk pembuatan keputusan.
BNSP (2006:35) menyatakan bahwa pengalam belajar peserta didik menempati posisi penting dalam usaha meningkatkan kualitas lulusan. Untuk itu, pendidik dituntut harus mampu merancang dan melaksanakan pengalaman belajar yang tepat. Setiap peserta didik memerlukan bekal pengetahuan dan kecakapan agar dapat hidup di masyarakat, dan bekal ini diharapkan diperoleh melalui pengalaman belajar disekolah. Oleh sebab itu, pengalaman belajar disekolah sedapat mungkin memberkan bekal bagi peserta didik dalam mencapai kecakapan untuk berkarya. Kecakapan ini disebut dengan kecakapan hidup yang cakupannya lebih luas dibandingkan hanya sekedar keterampilan.
Kurikulum 2013 SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integrative dari kelas I sampai kelas VI. Pembelajaran tematik integrative merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikann berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran kedalam berbagai tema.
Kata tema berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti menemptakan atau meletakkan dan kemudia kata ittu mengalami perkembangan sehingga tithenai berubah menjadi tema. Menurut arti katanya, tema berarti “sesuatu yang telah diuraikan” dan “sesuatu yang telah ditempatkan” (Gorys Keraf, 2001 : 107).
Pengertian secara luas, tema merupakan alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh. Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkarya perbendaharaan bahasa anak didik dan membuat pembelajaran lebih bermakna, penggunaan tema dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas. Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keterpaduan pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses dan waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar-mengajar. Jadi, pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai pemersatu materi dalam beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali pertemuan.
Pengertian pembelajaran tematik dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.    Pembelajaran yang berangkat dari suatu tema tertentu sebagai pusat yang digunakan untuk memahami gejala-gejala, konsep-konsep, baik yang berasal dari bidang studi yang bersangkutan maupun dari bidang studi lainnya.
2.    Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai bidang studi yang mencermintak dunia riil disekeliling dan dalam rentang kemamuan dan perkembangan anak.
3.    Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara simultan.
4.    Menggabungkan suatu konsep dalam beberapa bidang studi yang berbeda dengan harapan anak akan belajar lebih baik dan bermakna.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema “Air” dapat ditinjau dari mata belajaran Fisika, Kimia, Biologi, dan Matematika. Lebih luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain seperti IPS, Bahasa, Agama, dan Seni. Pembelajaran tematik menyediaka keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada peserta didik untuk memunculkan dinamika dalam proses pembelajaran. Unit yang tematik adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfaasilitasi peserta didik untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan penghayatan secara alamiah tentang dunia disekitar mereka.

3.    Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan Pembelajaran Tematik mencakup :
a.    Landasan Filosofis
Dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu : progresivisme, konstruktivisme, dan humanism. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia manusia mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi denagn objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang secara terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanism melihat siswa dari sehi keunikan/kekhasannya, potensinya dan motivasi yang dimilikinya.
b.    Landasan Psikologis
Pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi pekembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluluasaan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
c.    Landasan Yuridis
Dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V pasal 1-b).

4.    Prinsip Pembelajaran Tematik Integratif
Beberapa prinsip yang berkenaan dengan pembelajaran tematik integratif adalah sebagai berikut :
a.    Pembelajaran tematik integrative memiliki satu tema yang aktual, dekat dengan dunia siswa dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa mata pelajaran.
b.    Pembelajaran tematik integratif perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin saling terkait. Dengan demikian, materi-materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Mungkin terjadi, ada materi pengayaan horizontal dalam bentuk contoh aplikasi yang tidak termuat dalam standar isi. Namun ingat, penyajian materi mengayaan seperti ini perlu dibatasi dengan mengacu kepada tujuan pembelajaran.
c.    Pembelajaran tematik integrative tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku tetapi sebaliknya pembelajaran tematik integrative harus mendukung pencapaian tujuan utuh kegiatan pembelajaran yang termuat dalam kurikulum.
d.    Materi pembelajaran yang dapat diadukan dalam satu tema selalu mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal.
e.    Materi pelajaran yang dipadukan tidak terlalu dipaksakan. Artinya, materi yang tidak mungkin dipadukan tidak usah dipadukan.

5.    Karakteristik Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran disekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.    Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
b.    Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
c.    Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik, pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembatasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
d.    Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pekajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, ssiwa mampu memahami konsep-konsep secara utuh. Hal itu diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
e.    Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
f.     Menggunakan prinsip belajar sambil bermain menyenangkan.

Adapun karakteristik dari pembelajaran tematik ini menurut TIM pengembangan PGSD, 1997 (Hesty, 2008) adalah :
a.    Holistik. Holistik merupakan suatu geala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran tematik diamati dan dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.
b.    Bermakna. Merupakan pengkajiann suatu fenomena dari berbagai macamm aspek, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang dimiliki oleh siswa, yang pada gilirannya nanti
c.    Otentik
d.    Aktif
6.    Kekuatan dan Keterbatasan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran terpadu memiliki kelebihan dibandingkan pendekatan konvensional, yaitu sebagai berikut :
1.    Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak.
2.    Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
3.    Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama.
4.    Pembelajaran terpadu menumbuhkembangkan keterampilan berpikir dan sosial peserta didik.
5.    Pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatif. Dengan permasalahan yang sering ditemui dalam kehidupan/lingkungan riil peserta didik.
6.    Jika pembelajaran terpadu dirancang bersama dapat meningkatkan kerjasama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna.
Selain itu, pembelajaran tematik memiliki kelebihan dan arti penting, yakni sebagai berikut :
1.    Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan anak didik.
2.    Memberi pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik.
3.    Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna
4.    Mengembangkan keterampilan berpikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi
5.    Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerjasama
6.    Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
7.    Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan anak didik.
Disamping kelebihan, pembelajaran terpadu memiliki keterbatasan terutama dalam pelaksanaannya, yaitu pada perancangan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja. Puskur, Balitbang, DIknas (tt:9) mengindentifikasi beberapa aspek keterbatasan pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut :
1.    Aspek Guru
Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, pembelajaran terpadu akan sulit terwujud.
2.    Aspek Peserta Didik
Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik” dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitis (mengurai), kemampuan asosiatif ( menghubungkan), kemampuan eksploratif dan elaborative (menemukan dan menggali). Jika kondisi ini tidak dimiliki, penerapan model pembelajaran terpadu saat ini sangat sulit dilaksanakan.
3.    Aspek sarana dan sumber pembelajaran
Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cuku banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, mempekaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Jika sarana ini tidak dipenuhi, penerapa pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
4.    Aspek kurikulum
Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
5.    Aspek penilaian
Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru yang lain jika materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Bundu, Patta. (2006). Pengembangan Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah. Bandung : Alfabeta.
Depdiknas, tt, Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu, Jakarta : Puskur, Balitbang Diknas.
Depdiknas. (2006). Model Pembelajaran Tematik. Jakarta : Puskur.
Drake, S. (1993). Planning Integrated Curriculum : The Call To Adventure. Alexandria, VA : Association for Supervision and Curriculum Development.

Majid Abdul (2014). Pembelajaran Tematik Terpadu, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 


Demikianlah Artikel Tentang Konsep Dasar Pembelajaran Tematik

Semoga dengan membaca artikel Konsep Dasar Pembelajaran Tematik ini, bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel kami yang lainnya. Dan jangan lupa di share yaa

Anda sekarang membaca artikel Konsep Dasar Pembelajaran Tematik dengan alamat link https://patihakbar.blogspot.com/2017/10/konsep-dasar-pembelajaran-tematik.html
Previous article
Next article

Leave Comments

Post a Comment

Kami memiliki kebijakan dalam berkomentar di blog ini :

- Dilarang promosi suatu barang
- Dilarang jika memasang link aktif di komentar
- Dilarang keras promosi iklan yang berbau judi, pornografi dan kekerasan
- Dilarang menulis komentar yang berisi sara atau cemuhan

Kebijakan komentar yang bisa Anda temukan selengkapnya disini

Dukungan :

Jika menyukai dengan artikel blog kami, silahkan subscribe blog ini

Ads Post 4