Administrasi Perkantoran
Artikel
Jurnal Ilmiah
KAMPUS
Karya Ilmiah
Skripsi
Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah
Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah - Hallo sahabat Situs Pendidikan Masa Kini - Patih Akbar, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel
Administrasi Perkantoran,
Artikel,
Jurnal Ilmiah,
KAMPUS,
Karya Ilmiah,
Skripsi, yang kami tulis ini dapat anda pahami. dengan mudah, selamat membaca.
Judul : Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah
link : Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah
Anda sekarang membaca artikel Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah dengan alamat link https://patihakbar.blogspot.com/2015/12/proses-bernalar-dalam-karya-ilmiah.html
Judul : Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah
link : Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah
Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah
Dalam membuat suatu karya ilmiah, diperlukan suatu proses bernalar yang sangat teliti. |
1. Penalaran induktif adalah proses berfikir logis yang diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri dengan kesimpulan umum.
a. Generaisasi atau perempatan adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala yang bersifat khusu, serupa, atau sejenis yang disusun secara logis dan diakhiri kesimpulan yang bersifat umum. Untuk membuat genarilasi harus memenuhi ketentuan berikut :
1) Cukup Memadai
Artinya, gejala-gejala khusus/sampel yang diamati sebagai dasar penarikan kesimpulan mencukupi jumlahnya. Apabila ada jumlah tidak memadai, maka generalisasi itu akan menjadi terlalu luas. Gejala yang diamati perlu dilihat jenisnya; apakah homogen atau heterogen. Sampel untuk gejala yang bersifat homogen tidak perlu teralu banyak, misalnya untuk menguji produksi minyak goreng dalam suatu hari, cukup diteliti beberapa gram saja. Sebaliknya, semakin heterogen suatu populasi semakin banyak sampel yang perlu diteliti.
2) Cukup Mewakili
Artinya, sampel meliputi seluruh atau sebagian yang dikenal generalisasi atau sampelnya mewakili populasi, misalnya disuatu fakultas yang teridiri atas tiga program studi, terdapat 16 kelas yang teridiri atas tingkat 1,2,3,4. Sampel yang mewakili haruslah diambil dari keseluruhan kelas yang ada.
3) Pengecualian
Jika kesimpulan umum terlalu banyak kekecualian, maka tidak dapat diambil generalisasi. Dalam hal ini, hindari kata-kata setiap, semua, gunakan kata cenderung, pada umumnya, rata-rata, pada mayoritas yang diteliti, dan sebagainya. Jika menggunakan bahasa kuantatif langsung saja menyatakan prosentase data yang diteliti.
Berikut ini merupakan syarat – syarat generalisasi ilmiah yang lebih mementingkan keabsahan metode yang digunakan, yaitu :
a) Data dikumpulkan melalui observasi yang cermat, pencatatan dilakukan dengan tepat, teiliti, menyeluruh dan terbuka terhadap pengujian lain.
b) Menggunakan instrumen yang tepat untuk mengukur dan mendapatkan dana.
c) Melaksanakan pengujian, perbandingan, dan klasifikasi data.
d) Pernyataan genarilasi jelas, sederhana, menyeluruh, padat dan sistematis.
e) Hasil observasi dirumuskan dengan mempertimbangkan variasi waktu, tempat, dan keadaan lainnya.
f) Dipublikasikan untuk diuiji, dikritik, dan dites.
b. Analogi adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan atau inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasakan beberapa gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri esensial yang bersamaan. Yang diperhatikan dalam analogi ialah persamaan yang dipakai dasar kemampuan benar-benar memiliki kesamaan dan ciri esensial yang penting yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan. Contoh :
1) Kesimpulan beberapa imuan menyatakan bahwa anak kera dapat diberi makan seperti anak manusia berdasarkan kesamaan yang terdapat pada sistem pencernaan anak kera dan anak manusia.
Kesimpulan ini sah, karena dasar kesimpulannya (sistem pencernaan) merupakan ciri esensial yang berhubungan engan kesimpulan (cara memberikan makan).
2) Dalam riset medis, para peneliti mengamati berbagai efek dari bermacam bahan melalui eksperimen binatang seperti tikus dan kera, yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan karakter anatomis dengan manusia. Dari kajian itu, akan ditarik kesimpulan bahwa efek bahan-bahan uji coba yang ditemukan pada binatang juga akan terjadi pada manusia.
3) Dr. Maria C. Diamond, seorang profesor anatomi dari University of California tertarik untuk meneliti pengaruh pil kontrasepsi terhadap pertumbuhan celebral cortex wanita, sebuah kajian otak yang mengatur kecerdasan. Dia menginjeksi sejumlah tikus betina dengan sebuah hormon yang isinya serupa dengan pil. Hasilnya tikus-tikus itu memperlihatkan pertumbuhan yang sangat rendah dibandingkan tikus-tikus yang tidak diberi hormon itu. Berdasarkan studi itu, Dr. Diamond menyimpulkan bahwa pil kontrasepsi dapat menghambat pertumbuhan otak penggunanya. Dalam contoh penelitian tersebut, Dr. Diamond menganalogikan anatomi tikus dengan manusia. Jadi apa yang terjadi pada tikus, akan terjadi pula pada manusia.
Selain analogi induktif, dalam tulis-menulis dikenal juga dengan analogi deklaratif, yaitu teknik menjelaskan dalam tulisan dengan mendahulukan hal yang telah diketahui sebelum memperkenalkan hal yang baru, yang mempunyai kesamaan dengan hal diatas. Contoh:
“Ilmu pengetahuan dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh batu-batu, tetapi tidak semua kumpulan pengetahuan itu ilmu, sebagaimana tidak semua kumpula batu itu rumah”.
c. Hubungan Kausal (sebab-akibat/ akibat-sebab) adalah proses penalaran berdasarkan hubungan ketergantungan. Atau pada prinsip umum hubungan sebab-akibat menyatakan bahwa semua peristiwa harus ada penyebabnya. Terdapat tiga pola hubungan sebab-akibat, yaitu :
1) Penalaran dari sebab ke akibat; dimulai dengan pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui, untuk menarik kesimpulan mengenai akibat yang mungkin akan ditimbulkan. Contoh :
“Anda seorang diri tinggal disebuah kamar sewa dengan penerangan lampu listrik. Pada libur akhir semester, Anda tinggal di rumah orang tua selama satu bulan. Sepulang liburan anda sadar bahwa sebelum berangkat liburan Anda tidak mematikan lampu kamar. Dari kenyataan ini, Anda dapat menarik kesimpulan bahwa anda akan membayar uang langganan listrik lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya”.
2) Penalaran dari akibat ke sebab; dimulai dari suatu akibat yang diketahui, kemudian dipikirkan apa yang mungkin menjadi penyebabnya. Penalaran ini bersifat expost facto (hal yang sudah terjadi), misalnya menentukan penyebab kematian, kecelakaan, proses peradilan dan cerita detektif. Contoh :
“Anda pergi ke dokter dengan keluhan sakit kepala. Gejala sakit kepala ini akibat dari sesuatu. Pekerjaan dokter akan menemukan penyebab dan memberikan pengobatan yang tepat.”
3) Penalaran dari akibat ke akibat; berpangkal dari suatu akibat dan langsung dipikirkan akibat lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akibat itu. Contoh:
“Ketika pulang kuliah, Anda melihat jalan-jalan basah dan becek. Anda segera menarik kesimpulan bahwa pakaian Anda yang dijemur diluar tentu basah. Pakaian basah bukan disebabkan oleh tanah yang basah dan becek. Kedua gejala tersebut disebabkan oleh hal yang tidak Anda pikirkan yaitu hujan.”
Untuk mendapatkan kesimpulan sebab-akibat yang benar, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
· Tidak adakah sesuatu yang dapat mencegah timbulnya gejala yang diakibatkan oleh sesuatu penyebab yang diamati ? dalam penalaran sebab-akibat, harus diyakini bahwa garis penalaran, langsung tidak diputus oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya, seorang anak akan tertular cacar bila dicampurkan dengan anak yang terkena cacar, kecuali anak itu sudah divaksin cacar.
· Tidak adakah faktor lain yang menyebabkan terjadinya akibat ? Dalam penalaran akibat ke sebab, sering dilupakan penyebab lain yang berperan menimbulkan sebab. Misalnya, prestasi mahasiswa turun karena jam pelajaran diberikan pada siang hari. Apakah betul demikian ? tidakkah ada faktor lain ?
· Adakah penyebab umum yang menimbulkan akibat-akibat. Apakah penyebab itu adalah satu-satunya yang menimbulkan kedua akibat tersebut ?
Penalaran sebab-akibat kelihatannya sederhana, tetapi ada juga penalaran sebab-akibat yang cukup rumit. Anda perlu mempelajari proses berpikir/bernalar dangan benar sehingga Anda dapat bernalar denga logis dan tidak dipengerahui oleh sikap pribadi. Kepercayaan, pandangan politik, atau prasangka.
2. Penalaran deduktif adalah proses berfikir logis yang diawali dengan penyajian fakta yang bersifat umum, disertai pembuktian khusus, dan diakhiri kesimpulan khusus yang berupa prinsip, sikap atau fakta yang berlaku khusus.
a. Kesalahan premis mayor tidak dibatasi. Contoh:
i. Semua pelaku kejahatan adalah korban rumah tangga yang berantakan.
ii. Kalau hakim masuk desa, di desa tidak ada lagi ketidakadilan.
Apabila bentuk entinem di atas dikembalikan ke dalam bentuk silogisme, kita akan melihat bahwa kesalahannya terletak pada premis mayor yang tidak dibatasi, yaitu:
Premis mayor : Penyebab kejahatan ialah rumah tangga berantakan.
Premis minor : Hakim memberantas ketidakadilan.
b. Kesalahan term keempat. Dalam hal ini term tengah dalam premis minor tidak merupakan bagian dari term mayor pada premis mayor atau memang tidak ada hubungan antara kedua pernyataan.
Premis mayor : Semua mahasiswa FKIP akan menjadi guru.
Premis minor : Dani siswa SMPP.
Dari kedua premis tidak dapat ditarik kesimpulan karena terdapat term keempat atau tidak ada term tengah yang menghubungkan kedua premisnya.
c. Kesimpulan terlalu luas terjadi jika kesimpulan lebih luas daripada premisnya. Premis mayor particular dan kesimpulan universal. Contoh:
Premis mayor : Sebagian orang Asia hidup makmur.
Premis minor : Orang Indonesia adalah orang Asia.
Kesimpulan : Orang Indonesia hidup makmur.
Kesimpulan dari premis-premis negatif.
Contoh:
Premis mayor : Semua pohon kelapa tidak bercabang.
Premis minor : Tiang listrik tidak bercabang.
Kesimpulan : Tiang listrik ialah pohon kelapa.
Karangan ilmiah kualitatif deduktif sering digunakan dalam pembahasan masalah-masalah humaniora. Kualifikasi produk yang bernilai ekonomi, seperti keindahan pakaian, kecantikan, keserasian dapat pula menggunakan jenis karangan ini. Selain itu, karangan jenis ini dapat pula berisi pembahasan produk teknologi yang dipadukan dengan seni, misalnya keindahan rumah, kemewahan mobil dan kenyamanan menumpang pesawat terbang. Karangan jenis ini ditandai tanpa adanya angka kuantitatif.
Karangan ilmiah kuantitatif deduktif ditandai dengan penggunaan angka kuantitatif yang bersifat rasional. Proses penalaran kuantitatif deduktif dapat dirinci sebagai berikut : menguraikan bidang observasi, tujuan penjelasan data yang diperluakan, rumusan masalah, kerangka teori yang terkait dengan penjelasan dan pembahasan variabel, rumusan hipotesis dan penjelasannya, desain penelitian yang terkait dengan pengumpulan data, hasil analisis, dan kesimpulan deduktif yang merupakan interpretasi atas hasil.
3. Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi ketiga. Proporsisi merupakan pernyataan yang dapat dinyatakan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Silogisme terdiri atas tiga bagian:
· Premis mayor
Premis mayor mengandung term mayor dari silogisme, merupakan generalisasi atau proposisi yang dianggap benar bagi semua unsur atau anggota kelas tertentu. Premis adalah proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi, sedangkan term adalah suatu kata atau frasa yang menempati fungsi subjek atau predikat.
· Premis minor
Premis minor mengandung term minor atau tengah dari silogisme, berisi proposisi yang mengidentifikasi atau menunjuk sebuah hasil atau peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu.
· Kesimpulan
Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi seluruh kelas akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.
Berikut contohnya:
1. Premis mayor : Semua cendekiawan adalah manusia pemikir.
2. Premis minor : Semua ahli filsafat adalah cendekiawan.
3. Kesimpulan : Semua ahli filsafat adalah manusia pemikir.
Penjelasan :
· Proposisi 1 dan 2 merupakan premis, yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan pada proposi 3
· Proposisi 1 merupakan premis mayor, yaitu premis yang mengandung pernyataan dasar umum yang dianggap benar dikelasnya. Didalamnya terdapat term mayor (manusia pemikir) yang akan muncul pada kesimpulan sebagai predikat.
· Proposisi 2 merupakan premis minor yang mengemukakan pernyataan tentang segala khususnya yang merupakan bagian kelas premis mayor. Di dalamnya term minor (ahli filsafat) yang akan menjadi subjek dalam kesimpulan.
· Term mayor dihubungkan oleh term tengah (cendrakiawan) yang tidak boleh diulang dalam kesimpulan. Yang memungkinkan kita menarik kesimpulan ialah adanya term tengah.
Dari penjelasan tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
· Silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif yang bersifat formal.
· Proses penalaran dimulai dari premis mayor, melalui premis minor, sampaiu pada kesimpulan.
· Strukturnya tetap; premis mayor, premis minor dan kesimpulan.
· Premis mayor berisi pernyataan umum.
· Premis minor berisi pernyataan yang lebih khusus yang merupakan bagian remis mayor.
· Kesimpulan dalam silogisme selalu lebih khusus daripada premisnya.
Berikut ini merupakan persyaratan dari silogisme:
Di dalam silogisme hanya mungkin terdapat tiga term.
Contoh: “Semua manusia berakal budi.”
“Semua mahasiswa adalah manusia.”
“Semua mahasiswa berakal budi.”
· Term tengah tidak boleh terdapat dalam kesimpulan.
· Dari dua premis negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.
· Kalau kedua premisnya positif, kesimpulan juga positif.
· Term-term yang mendukung proposisi harus jelas, tidak mengandung pengertian ganda/menimbulkan keraguan.
Contoh: “Semua buku mempunyai halaman.”
“Ruas mempunyai buku.”
“Ruas mempunyai halaman.”
Dari premis mayor partikular dan premis minor negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.
a. Premis mayor dalam siogisme mungkin berasal dari teori ilmiah. Penarikan kesimpulan dari teori ini mudah diuji. Tidak jarang premis mayor berasal dari pendapat umum yang belum dibuktikan kebenarannya.
Entimen adalah bentuk silogisme yang tidak lengkap; bagian silogisme yang dianggap sudah dipahami dihilangkan. Dalam kehidupan sehari-hari, silogisme yang kita temukan berbentuk entimem, yaitu silogisme yang salah satu premisnya dihilangkan/tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh : “Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.”
Kalimat diatas dapat dipenggal menjadi dua: “Menipu adalah dosa.” Dan “Karena (menipu) merugikan orang lain.”
Kalimat a merupakan kesimpulan, kalimat b adalah premis minor, maka silogisme dapat disusun:
Premis mayor : ?
Premis minor : Menipu merugikan orang lain.
Kesimpulan : Menipu adalah dosa.
Dalam kalimat itu yang dihilangkan adalah premis mayor. Perlu diingat bahwa premis mayor bersifat umum, jadi tidak mungkin subyeknya menipu. Kita dapat berpikir kembali dan menentukan premis mayornya, yaitu perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa. Entimem juga dapat dibuat dengan menghilangkan premis minornya. Misalnya, perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa, jadi menipu adalah dosa.
Untuk mengubah entimen menjadi silogisme, mula-mula kita cari kesimpulannya, kata-kata yang menandakan kesimpulan ialah jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah cari/tentukan premis yang dihilangkan.
Contoh: “Pada malam hari tidak ada matahari, jadi tidak mungkin terjadi proses fotosintesis.”
Bentuk silogismenya adalah
a. Premis mayor : Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari.
b. Premis minor : Pada malam hari tidak ada matahari.
c. Kesimpulan : Jadi, pada malam hari tidak mungkin ada fotosintesis.
Sebaliknya untuk mengubah silogisme menjadi entimem, cukup dengan menghilangkan salah satu premisnya.Contoh:
a. Premis mayor : Anak-anak berusia di atas sebelas tahun telah mampu berpikir formal.
b. Premis minor : Siswa kelas 6 di Indonesia telah berusia lebih dari sebelas tahun.
c. Kesimpulan : Siswa kelas 6 di Indonesia telah mampu berpikir formal.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Dra. RR. Ponco, MM. Bahan Ajar Aplikasi Bahasa Indonesia. 2013. Jakarta
Rahayu, Minto. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. 2007. Jakarta: PT Grasindo
Gumay, F. Fieter. 2012. Salah Nalar. http://fieterpappersalahnalar.blogspot.com/(diakses pada 28 Maret 2013)
Lidia. Penalaran Dalam Penulisan Karya Ilmiah. 2012. http://dya08webmaster.blogspot.com/2012/03/30/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah (diakses pada 30 Maret 2012)
http://www.jhonmiduk8.blogspot.co.id
Demikianlah Artikel Tentang Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah
Semoga dengan membaca artikel Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah ini, bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel kami yang lainnya. Dan jangan lupa di share yaa
Anda sekarang membaca artikel Proses Bernalar Dalam Karya Ilmiah dengan alamat link https://patihakbar.blogspot.com/2015/12/proses-bernalar-dalam-karya-ilmiah.html
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment
Kami memiliki kebijakan dalam berkomentar di blog ini :
- Dilarang promosi suatu barang
- Dilarang jika memasang link aktif di komentar
- Dilarang keras promosi iklan yang berbau judi, pornografi dan kekerasan
- Dilarang menulis komentar yang berisi sara atau cemuhan
Kebijakan komentar yang bisa Anda temukan selengkapnya disini
Dukungan :
Jika menyukai dengan artikel blog kami, silahkan subscribe blog ini